Mengapa Masyarakat Kudus Tidak Berani Menyembelih Sapi, Termasuk Saat Berkurban di Hari Raya Idul Adha?

Mengapa Masyarakat Kudus Tidak Berani Menyembelih Sapi, Termasuk Saat Berkurban di Hari Raya Idul Adha?

AYOKUDUS.COM – Mengapa sampai saat ini masyarakat Kudus tidak berani menyembelih sapi, termasuk saat berkurban di hari raya Idul Adha?

Masyarakat Kudus lebih memilih menyembelih hewan kerbau untuk keperluan ibadah kurban di hari raya Idul Adha maupun untuk kebutuhan hajatan seperti sunatan atau lainnya.



Tidak menyembelih hewan sapi ini bukan karena masyarakat Kudus tidak suka dengan rasa daging sapi. Bukan pula karena kualitas dan kuantitas dari daging sapi yang diperoleh.

Justru kalau dibandingkang dengan hewan kerbau, rasa daging sapi lebih sedap. Harga sapi juga lebih murah dan dagingnya juga lebih banyak dari pada hewan kerbau.  

Lalu mengapa masyarakat Kudus tidak mau menyembelih hewan sapidan lebih memilih hewan kerbau?

Masyarakat termasuk masyarakat yang sangat menghargai tradisi atau kearifan lokal salah satu diantaranya adalah tidak menyembelih hewan sapi.

Kearifan lokal ini bermula dari ajaran Sunan Kudus, SyehJa’far Shodiq yang berdakwah menyebarkan Islam di wilayah Kudus dan sekitarnya pada sekitar abad 16 M. 

Kepada murid-muridnya Sunan Kudus melarang untuk menyakiti hewan sapi apalagi sampai menyembelihnya.

Sunan Kudus paham bahwa masyarakat Kudus saat itu beragamaHindu. Dalam keyakinan agama Hindu sapi merupakan hewan yang disucikan dihormati karena menjadi tunggangan dewa.

Oleh karena itu untuk menghargai umat Hindu Sunan Kudus mengajak para muridnya untuk tidak menyembelih sapi.

Strategi dakwah Sunan Kudus untuk menghargai keyakinan masyarakat Kudus yang saat itu mayoritas masih beragama Hindu ternyata berhasil mendapatkan simpati masyarakat.

Sunan Kudus memang terkenal pintar dan sangat cerdas. Dikisahkan dalam buku Sejarah Wali Songo karya Zulham Farobi, Sunan Kudus melakukan pendekatan yang unik kepada masyarakat.

Diceritakan, Syeh Ja’far Shodiq membeli sapi India yang dibawa dari para pedagang asing yang biasa melakukan jual beli dengan masyarakat Jawa.

Sunan Kudus lalu mengikat sapi dari India yang dibelinya dari saudagar asing tersebut di halaman rumahnya.

Walhasil masyarakat sekitar menjadi penasaran dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh Sunan Kudus terhadap sapi itu.

Masyarakat berbondong-bondong untuk melihat dari dekat apa yang akan diperbuat Syeh Ja’far Shodiq terhadap hewan sapi yang menjadi pujaan mereka.   

Melalui sapi itu Sunan Kudus berhasil mengumpulkan masyarakat tanpa harus mengundang mereka. Setelah masyarakat berkumpul kemudian Sunan Kudus bercerita dengan sangat apik.

Sunan Kudus menceritakan pengalamannya saat masih kecil yang pernah diselamatkan oleh hewan sapi. Saat itu Sunan Kudus nyaris meninggal karena kehausan.

Lalu datanglah seekor sapi baik hati yang menyusuinya sehingga ia kuat kembali. Sunan Kudus pun selamat dari kematian karena kahausan.

Sunan Kudus mengaku sangat berterima kasih dan berhutang budi kepada sapi yang telah menyelamatkannya.

Sebagai wujud terimakasih itu Sunan Kudus melarang siapa saja untuk tidak menyakiti sapi termasuk menyembelihnya dan memakannya.

Setelah mendengar cerita Sunan Kudus dengan sapi penyelamat itu, masyarakat pun semakin kagum dengan sosok Sunan Kudus yang bijaksana dan pintar bercerita.

Mereka pun ingin kembali mendengarkan Sunan Kudus bercerita tentang hal-hal lain yang menarik.

Itulah kecerdasan Sunan Kudus dan berdakwah mengajak masyarakat tanpa adanya perlawanan sama sekali. Bahkan mereka sendiri yang datang berbondong-bondong untuk mendengarkan cerita Sunan Kudus.

Ada cerita lain berkaitan dengan cerita legenda yang mengaitkan Sunan Kudus dengan pelarangan menyembelih sapi dan memakan daging sapi.

Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Wali Songo menuturkan dari cerita legenda yang diperolehnya. Dikisahkan bahwa suatu saat Sunan Kudus pernah kehilangan jalan dalam perjalanan dakwahnya di daerah lembah berhutan-hutan.

Setelah berputar-putar sampai sore Sunan Kudus mendengar suara genta yang ternyata berasal dari sekelompok sapi yang sedang berjalan.

Sunan Kudus lalu mengikuti sapi-sapi itu berjalan sampai ke sebuah desa. Sunan Kudus sangat gembira karena sapi-sapi itu ternyata telah menyelamatkannya tersesat di tengah hutan belantara.

Oleh karena merasa berhutang budi dengan sapi-sapi itu, Sunan Kudus mewanti-wanti penduduk untuk tidak menyembelih dan memakan dagingsapi.

Bahkan saat Idul Adha sekalipun, Sunan Kudus tidak menyembelih sapi sebagai hewan kurban. Dan sebagai gantinya hewan yang disembelih Sunan Kudus adalah kerbau.

Demikianlah hingga saat ini masyarakat Kudus tidak berani menyembelih hewan sapi dengan alasan tidak berani melanggar larangan Sunan Kudus.

Dalam melaksanakan ibadah Kurban di hari raya Idul Adha masyarakat Kudus lebih memilih kerbau ataupun kambing untuk disembelih.

Demikian pula untuk keperluan hajatan seperti sunatan, perikahan, ataupun lainnya mereka tidak menyembelih sapi sebagai bentuk hormat kepada ajaran Sang Guru, Mbah Sunan Kudus, Raden Ja’far Shodiq.

Begitulah sampai saat ini masyarakat Kudus utamanya warga nahdliyyin sangat menghargai apa yang perjuangkan Sunan Kudus sebagai tokoh penyebar Islam di daerah Kudus dan sekitarnya.

Sunan Kudus telah menancapkan nilai-nilai Islam yang damai, toleran, dan rahmatan lil alamin. Ajaran toleransi Sunan Kudus tidak hanya dalam pelarangan menyembelih sapi yang dihormati dan disucikan orang-orang beragama Hindu.

Perpaduan unsur Islam dan unsur lokal juga tampak pada bangunan Masjid Al Aqsha dan Menara Kudus menjadi bukti bahwa Sunan Kudussangat menghargai kerukunan dan kebersamaan.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url