Menjadi Ikon Kota Santri, Kudus Diapit Dua Sunan Wali Songo

Menjadi Ikon Kota Santri, Kudus Diapit Dua Sunan Wali Songo


AYOKUDUS.COM – Sudah tepat bahwa Kabupaten Kudus menjadi ikon Kota Santri karena Kudus diapit dua sunan dari Wali Songo yaitu Sunan Kudus dan Sunan Muria.


Menara Kudus berdampingan dengan Masjid Al Aqsho peninggalan Sunan Kudus peletak pondasi masyarakat Islam yang rahmatan lil alamin.

Baik Sunan Kudus maupun Sunan Muria memiliki peran penting dalam sejarah penyebaran Islam di wilayah Kudus dan sekitarnya.

Sunan Kudus yang bernama Syekh Ja’far Shodiq berada di Kudus bagian selatan atau dekat dengan jantung kota Kudus.

Sedangkan Sunan Muria yang dikenal dengan nama Raden Umar Said memilih berdakwah di lereng Gunung Muria.

Dakwah yang disampaikan Sunan Kudus dan Sunan Muria telah berhasil memoles masyarakat Kudus menjadi masyarakat kental dengan nuansa islami dan menjadikan Kudus sebagai ikon kota santri.

Sunan Kudus dan Masjid Menara Kudus

Sunan Kudus atau Sykeh Ja’far Shodiq telah meninggalkan ikon yang sangat terkenal yaitu masjid Al Aqsha dan Menara Kudus.

Sampai saat ini setiap hari tidak kurang ribuan peziarah dari berbagai kota di Indonesia berziarah ke makam Sunan Kudus yang berada di belakang masjid Al Aqsha Menara Kudus.

Bangunan arsitertur Menara Kudus sendiri menjadi simbol ajaran toleransi yang disampaikan oleh Syekh Ja’far Shodiq. Akulturasi budaya Islam dan Hindu masih terlihat jelas dalam bangunan Menara Kudus yang fenomenal itu.

Selain terkenal sebagai penasehat hukum dan strategi perang kerajaan Islam Demak, Sunan Kudus juga dikenal mengajarkan toleransi kepada umat agama lain (saat itu masyarakat Kudus banyak yang beragama Hindu).

Selain bangunan Menara Kudus, wujud ajaran toleransi yang dikembangkan Sunan Kudus adalah pesan beliau kepada murid-murid untuk tidak menyembelih sapi sebagai penghormatan kepada umat Hindu yang menjadikan sapi sebagai hewan yang dimuliakan.

Perlu diketahui bahwa sampai saat ini masyarkat Kudus utamanya yang berfaham Nahdlotul Ulama masih tetap memegang teguh ajaran toleransi dari Sunan Kudus dengan tidak menyembelih sapi.

Begitulah Kudus sebagai ikon kota santri dengan adanya Menara Kudus peninggalan Sunan Kudus.

Sunan Muria Berdakwah di Lereng Muria

Raden Umar Said atau yang dikenal dengan  nama Sunan Muria memilih berdakwah di sekitar lereng gunung Muria. Wilayah dakwahnya tidak hanya Kudus utara tapi juga sampai ke wilayah Pati, Jepara dan Grobogan.

Sunan Muria mengarahkan dakwahnya kepada masyarakat pinggiran seperti petani dan nelayan. Raden Umar Said yang merupakan putra dari Raden Sahid atau Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan budaya sebagaimana ayahnya.

Raden Umar Said memiliki strategi berdakwah yang sangat terkenal, Topo Ngeli yaitu berdakwah dengan menghanyutkan diri kedalam kehidupan masyarakat.

Topo Ngeli bukan berarti Sunan Muria mengikuti begitu saja budaya apa saja yang sudah berkembang di masyarakat.

Namun Sunan Muria masuk dalam kehidupan budaya masyarakat lalu secara perlahan membenahi kalau memang ada tidak sesuai dengan syariat Islam.

Dengan kata lain Topo Ngeli adalah memasukkan nilai-nilai islam ke dalam budaya masyarakat seperti tradisi Kenduren, tujuh hari, empat hari, seratus hari, seribu hari orang yang meninggal  diisi dengan bersedekah dan berdoa ala Islam.

Saat ini desa-desa di lereng Gunung Muria pada bulan tertentu mengadakan acara Sedekah Bumi sebagai bentuk syukur kepada Allah yang telah memberikan rezeki berupa bumi yang subur untuk pertanian.


Sunan Muria Raden Umar Said dimakmkan di atas gunung Muria di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah.
 

Selain Strtegi dakwah Topo Ngeli Sunan Muria juga mengadopsi strategi dakwah ayahnya yaitu Sunan Kalijaga. Baik Sunan Muria maupun Sunan Kalijaga senang berdakwah dengan menggunakan media kesenian seperti Wayang Kulit dan seni tembang.

Stretegi Topo Ngeli tersebut ternyata berhasil mendapatkan tempat di hati masyarakat sehingga islam tumbuh subur di sekitar lereng gunung Muria. 

Sunan Muria telah berkontribusi besar dalam membangun pondasi Kudus sebagai ikon kota santri.

Pesantren, Madrasah dan Kiai      

Sanan Kudus dan Sunan Muria telah berhasil menancapkan nilai-nilai dan budaya islam di Kudus dan sekitarnya.

Selain nuansa islami yang disebarkan kedua sunan dan Walisongo itu, kota Kudus juga terkenal dengan pendidikan islamnya. Pendidikan islam di kota Kudus tumbuh sangat maju.

Sunan Kudus dan Sunan Muria telah berhasil menelurkan para penyebar Islam yang rahmatan lil alamin di wilayah Kudus dan sekitarnya dan menjadikan Kudus sebagai ikon kota santri.

Setelah periode kasunanan kemudian muncul banyak kiai kharismatik dari kabupaten yang juga terkenal dengan kota kretek ini.

Diantara para kiai yang melanjutkan perjuangan pasca Sunan Kudus dan Sunan Muria adalah Pangeran Pandak, Pangeran Cendono atau Mbah Wali Cendono, Mbah Ismu Jati, Mbah Ahmad Rifa’i, Mbah Sanusi dan masih banyak lagi lainnya yang tersebar di berbagai desa yang ada di Kudus.

Selanjutnya ada banyak kiai dari Kudus yang ikut mewarnai kemerdekan Indonesia seperti KH. Raden Asnawi Kudus yang juga menjadi Pendiri dan Penggerak Nahdlotul Ulama (NU).

Sebagai ikon kota santri, banyak pesantren dan madrasah berkembang sampai sekarang di kota kecil yang terletak di jalur pantura pulau Jawa ini.

Dari 9 kecamatan yang ada di kabupaten Kudus semuanya mempunyai madrasah dan pesantren dengan murid dan santri yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara.    

Kota Kudus sebagai ikon kota santri juga mempunyai banyak kiai kharismatik yang dikenal dengan berbagai keilmuan keislaman yang berbeda.

Mulai dari yang ahli dalam bidang Ilmu Al Qur,an, Ilmu Fiqih, Ilmu Nahwu, Ilmu Hikmah, bahkan juga ahli di bidang Ilmu Falak atau astronomi.

Kita bisa menyebutkan dalam bidang Ilmu Al Qur’an terdapat KH. Arwani Amin yang kemudian mempunyai Pondok Pesantren Tahfidh Yanbu’ul Qur’an yang saat ini cabangnya tidak hanya di Kudus tapi juga banyak kota di Indonesia.

Perjuangan KH. Arwani Amin dalam mengajarkan Ilmu Al Qur’an saat ini dilanjutkan oleh kedua putranya yaitu KH. Muhammad Ulinnuha Arwani dan KH. Ulil Albab Arwani.

Dalam ilmu Falak atau Astronomi muncul tokoh sangat kharismatik yaitu KH. Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi sebagai Maha Guru Ilmu Falak Indonesia.

KH. Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi atau sering dipanggil Mbah Tur di masa hidupnya menjadi tim Lajnah Falakiyyah PBNU dan berjasa dalam mnerbitkan Almanak Menara Kudus atau Penanggalan Menara Kudus.

Mbah Tur telah menurunkan banyak murid yang saat ini menjadi tim Lajnah Falakiyyah di PWNU Jawa Tengah maupun tim Lajnah Falakiyyah PBNU.

Sementara itu di bidang Ilmu Fiqih dan ilmu keislman lainnya banyak nama kiai yang mengembangkan pendidikan keislaman di Kudus.

Ada KH. Abdul Mukhid, KH. Ahmad Basyir Jekulo, KH. Sya’roni Ahmadi, KH. Manshur Jaelani Cendono, KH. Ahmad Shidiq Piji, KH. Ahmad Fathoni, dan masih banyak lagi kiai lainnya dengan pesantren dan madrasahnya masing-masing.

Kesimpulan

Begitulah kota Kudus telah menjadi Ikon Kota Santri karena Kudus Diapit Dua Sunan Wali Songo yaitu Sunan Kudus dan Sunan Muria. Ikon sebagai kota santri benar-benar nyata dan dapat dilihat sampai saat ini.

Kedua tokoh ini Sunan Kudus dan Sunan Muria memberikan kontribusi besar dalam pembangunan dan penyebaran agama Islam di wilayah Kudus dan sekitarnya.

Keduanya telah berhasil memainkan peran penting dalam membentuk identitas keagamaan dan budaya masyarakat Kabupaten Kudus.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url